Sabtu, 29 November 2008

Sejarah Masuknya Islam Di Indonesia

Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.

Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.

Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.

Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar)

Jumat, 28 November 2008

Tentang GONTOR

KULLIYATU-L-MU'ALLIMIN AL-ISLAMIYAH (KMI)

Kulliyatu-l-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI) adalah salah satu lembaga yang menangani pendidikan tingkat menengah di Pondok Modern Darussalam Gontor. Lembaga ini didirikan tanggal 19 Desember 1936. Kulliyatu-l-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI) merupakan lembaga Pendidikan Guru Islam yang mengutamakan pembentukan kepribadian dan sikap mental, dan penanaman ilmu pengetahuan Islam.

Dalam sejarah perjalanannya, KMI telah lima kali mengalami pergantian direktur, secara berurutan sebagai berikut: K.H. Imam Zarkasyi (1936-1985), K.H. Imam Badri (1985-1999), K.H. Atim Husnan (1999-2002), dan K.H. Syamsul Hadi Abdan (2002-2006). K.H. Ali Sarkowi, Lc (2007)

A. Program Pendidikan
Terdapat dua macam program yang ditempuh siswa di KMI PMDG: program reguler dan program intensif.
1. Program Reguler.
Program ini diperuntukkan bagi siswa lulusan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtida'iyah, dengan masa belajar 6 tahun, yakni ditempuh dari kelas 1 secara berurutan sampai kelas 6.
2. Program Intensif
Program ini diikuti oleh siswa-siswa lulusan SMP atau MTs dan di atasnya, dengan masa belajar 4 tahun, dengan urutan kelas 1-3-5-6. Kelas intensif sebenarnya hanya diselenggarakan pada kelas 1 dan 3, karena itu disebut kelas 1 intensif dan 3 intensif. Sedangkan di kelas 5 mereka belajar secara reguler bersama-sama dengan lususan SD atau MI yang juga sudah duduk di kelas 5, demikian pula halnya dengan kelas 6. Pada program intensif (kelas 1 dan 3), sebagian materi umum tidak diajarkan, sedangkan mata pelajaran Berhitung dan Matematika diajarkan dengan alokasi waktu setengah dari waktu kelas reguler. Adapun mata pelajaran Bahasa Inggris tetap diajarkan secara seimbang dengan kelas reguler. Alokasi waktu mata pelajaran umum yang tidak diajarkan diisi dengan mata pelajaran kelompok Bahasa Arab dan kelompok Dirasah Islamiyah.

Di samping kedua program ini, bagi santri baru yang pernah belajar di pondok-pondok yang dikelola alumni Gontor ataupun pondok-pondok lain, setelah mereka lulus mengikuti ujian masuk; baik di kelas intensif maupun reguler, yang bersangkutan dapat mendaftarkan diri untuk mengikuti ujian ke kelas yang lebih tinggi, dan begitu seterusnya hingga kelas 5.

B. Jam Belajar
Jam belajar santri di KMI berlangsung dari jam 07.00WIB-12.15 WIB, dengan waktu istirahat 2 kali: pertama jam 08.30-09.00 dan kedua jam 10.30-10.50. Waktu belajar tersebut dibagi menjadi 6 jam pelajaran, masing-masing mendapat alokasi waktu 45 menit.

C. Tujuan
Tujuan pembelajaran di KMI PMDG adalah mencetak santri yang mukmin muslim, taat menjalankan dan menegakkan syari'at Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara.

D. Kurikulum
Kurikulum yang diterapkan di KMI dapat dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai berikut: Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam Bahasa Arab), Dirasah Islamiyah (kelas II ke atas, seluruh mata pelajaran ini menggunakan B. Arab), Kependidikan dan Keguruan, Bahasa Inggris (dengan B. Inggris), Ilmu Pasti, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Kewarganegaraan/Keindonesiaan.

Komposisi kurikulum semacam di atas ditetapkan untuk tujuan tertentu. Pengetahuan Bahasa Arab dimaksudkan untuk membekali santri kemampuan berbahasa Arab yang menjadi kunci untuk memahami sumber-sumber Islam dan khazanah pemikiran Islam. Sedangkan Bahasa Inggris digunakan untuk media komunikasi modern dan mempelajari pengetahuan umum, bahkan juga pengetahuan agama, karena saat ini tidak sedikit karya-karya di bidang studi Islam ditulis dalam Bahasa Inggris.

Dalam kurikulum KMI diupayakan terwujudnya keseimbangan dan perpaduan antara pengetahuan agama (Dirasah Islamiyah) dan pengetahuan umum (ilmu pasti, IPA, dan IPS).

Mata pelajaran keIndonesiaan atau kewarganegaraan adalah untuk memahami dan menghayati dan menghargai tradisi, budaya, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan bangsa Indonesia.

E. Tenaga Pengajar
Semua guru yang mengajar di KMI adalah tamatan KMI; baik mereka itu yang tamat KMI saja maupun mereka yang juga menjadi alumni berbagai Perguruan Tinggi baik di dalam maupun luar negeri.

F. Siswa
Siswa KMI memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda, mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi. Mereka berasal dari seluruh pelosok Nusantara dan ada juga dari mancanegara, seperti : Malaysia, Thailand, Australia, Singapura, Amerika. Pernah ada juga siswa yang berasal dari Saudi Arabia, Suriname, Somalia, Jepang, dan Belanda.

G. Pengakuan-Pengakuan
Di samping memperoleh pengakuan dari Pemerintah Indonesia (Keputusan Dirjenbinbaga Islam, Departemen Agama, Nomor E.IV/PP.03.2/KEP/64/98), dan dari Departemen Pendidikan Nasional (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 105/O/2000), Ijazah KMI juga dapat pengakuan dari luar negeri, di antaranya:
1. Menteri Pendidikan dan Pengajaran Republik Arab Mesir tahun 1957 menetapkan persamaan Ijazah KMI Gontor dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas Mesir dengan surat ketetapan yang dikeluarkan oleh Direktorat Kebudayaan Departemen Luar Negeri No. 18, No. Surat 1021/0/1, tanggal 13 Juni 1957. Bagi pemegang ijazah KMI diperbolehkan mendaftarkan diri pada Universitas di Mesir.
2. Mu'adalah (persamaan) Universitas al-Azhar, Mesir tahun 1986. Mu'adalah tersebut diperbarui tahun 1996 dan 2002.
3. Ketetapan Kementrian Pengajaran Kerajaan Saudi Arabia tahun 1387/1967 bahwa ijazah KMI Gontor disamakan dengan ijazah Sekolah Menengah Tingkat Atas di Saudi Arabia. Persamaan ini berdasarkan keputusan Menteri Pengajaran No. 4/3/38/4459 tanggal 16/6/1387. SK ini diperbarui tahun 2000.
4. Pengakuan dari University of the Punjab, Lahore, bahwa pemegang ijazah KMI dapat meneruskan pendidikan di lingkungan Universitas ini, melalui keputusan tertanggal 24 Agustus 1991.

H. Kegiatan
Kegiatan yang dimaksudkan di sini tidak melulu bersifat intra-kurikuler, tetapi meliputi segala kegiatan yang dilakukan oleh lembaga KMI, karena ada juga yang bisa digolongkan ke dalam kegiatan ko-kurikuler atau bahkan ekstra-kurikuler. Sebagaimana disebutkan di atas kegiatan KMI ini terdiri dari harian, mingguan, tengah tahunan, dan tahunan.
1. Kegiatan Harian
Kegiatan ini meliputi:
a. Supervisi proses pembelajaran, dilakukan oleh bagian Proses Belajar Mengajar dan Pembinaan Karir Guru.
b. Pengecekan persiapan mengajar, dilakukan oleh guru-guru senior yang bertugas secara bergantian sesuai dengan jadwal yang ditetapkan.
c. Pengawasan disiplin masuk kelas, agar tidak ada santri yang terlambat masuk kelas.
d. Pengontrolan kelas saat pelajaran berlangsung oleh guru piket. Pengontrolan kelas untuk mengecek apakah ada kelas yang tidak ada gurunya dan untuk mengetahui ketepatan waktu hadir guru di kelas. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kelas ada guru pengajarnya dan bahwa guru pengajar masuk tepat waktu.
e. Pengontrolan asrama santri saat pelajaran berlangsung oleh guru yang bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada siswa yang tidak masuk kelas, kecuali dengan izin. Di samping itu guru juga mengontrol kebersihan, keasrian,dan kenyamannan asrama.
f. Penyelenggaraan belajar malam (muwajjah) bersama wali kelas, berlangsung pada jam 20.00-21.30.
g. Pembagian tugas "Jum'at bersih" untuk tiap kelas, agar kebersihan kelas tetap terjaga.

2. Kegiatan Mingguan
a. Pertemuan guru KMI setiap Kamis (Kemisan) untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama seminggu. Forum ini juga digunakan oleh Pimpinan Pondok untuk menyampaikan program-program dan masalah-masalah Pondok secara keseluruhan.
b. Pertemuan ketua-ketua kelas (Jum'at malam) untuk menyampaikan informasi seputar aktifitas belajar-mengajar dan disiplin dalam kelas.

3. Kegiatan Tengah Tahunan
Program tengah tahunan di KMI adalah ujian semester I dan II. Panitia ujian ini terdiri dari beberapa guru dibantu oleh seluruh siswa kelas VI.

4. Kegiatan Tahunan
Kegiatan ini lebih merupakan kegiatan penunjang keberhasilan belajar siswa. Program ini meliputi:
a. Fath al-Kutub: Kegiatan ini adalah latihan membaca kitab (terutama kitab klasik) untuk kelas V dan VI, juga sebagai wahana menguji kemampuan mereka dalam berbahasa Arab. Santri diberi tugas untuk membahas persoalan-persoalan tertentu dalam bidang akidah, fikih, hadis, tafsir, akhlak, dll. Para santri diharuskan menyerahkan laporan tertulis mengenai hasil kajiannya kepada guru pembimbing. Kegiatan ini berlangsung seminggu.
b. Fath al-Mu'jam: latihan dan ujian membuka kamus berbahasa Arab untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan berbahasa Arab santri, terutama dalam menelusuri dan mencari akar dan makna kosa kata.
c. Manasik al-Haj: latihan praktik ibadah haji bagi siswa baru, berlokasi di lingkungan kampus, di bawah bimbingan guru-guru yang sudah menunaikan haji.
d. Amaliyat al-Tadris, yakni ujian praktik mengajar untuk siswa kelas 6.
e. Al-Rihlah al-Iqtishadiyah (vocational guidance): orientasi tentang dunia usaha dan kewiraswastaan. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan jiwa kewiraswastaan kepada para santri. Kegiatan ini diberikan melalui ceramah-ceramah dan kunjungan ke obyek usaha di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
f. Penulisan karya ilmiah mengenai berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan dalam bahasa Arab sebagai wahana untuk meningkatkan kualitas keilmuan santri kelas 6.
g. Pembekalan wawasan mengenai berbagai persoalan untuk santri kelas VI menjelang tamat belajar di KMI. Pembekalan ini meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
1) Orientasi tentang pers dan jurnalistik, belajar di perguruan tinggi, wawasan pengembangan kemasyarakatan, kepesantrenan, perpustakaan, studi Islam, dan metode dakwah.
2) Ceramah dan dialog mengenai Darul Hadis (LDII), Syi'ah, orientalisme, gerakan-gerakan Islam sempalan, dan Jama'ah Tabligh.
3) Kursus komputer dan penataran untuk mengajar TPA/Q.
h. Termasuk acara tahunan adalah penerimaan santri baru setiap bulan Syawwal.

PONDOK CABANG PM GONTOR

PESANTREN PUTRI PUTRI PMDG

Pesantren Putri Pondok Modern Darussalam Gontor, terletak lebih kurang 100 km dari Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo atau 32 km sebelah barat kota Ngawi, tepatnya di desa Sambirejo Kec. Mantingan Kab. Ngawi. Aktifitas santriwati Gontor Putri yang mempunyai luas 6 ha. ini diorientasikan pada pembentukan sosok wanita muslimah, sholihah dan wanita serba teladan.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PUTRI II

Sejak tahun 1997 telah dibuka Pesantren Gontor Putri II untuk menerima pendaftaran calon-calon siswi pada bulan Juni/Juli (awal tahun ajaran di luar Gontor). Mulanya kampus Gontor Putri II masih menyatu dengan Kampus Putri I. Baru pada tahun 2001 dibangun Gontor Putri II berlokasi di sebelah barat kampus Gontor Putri I, menempati areal tanah seluas 6 ha. Semenjak itu pula ditetapkan beberapa guru untuk mengelola jalannya aktivitas belajar mengajar di sini.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PUTRI III

untuk mengatasi lonjakan jumlah santriwati di Gontor Putri 1 dari tahun ke tahun, Pimpinan PMDG mendirikan PM Gontor Putri 3 diatas areal tanah seluas kurang lebih 11 ha. Kampus yang terletak kurang lebih 10 KM sebeleh timur Gontor Putri 1 atau di Desa Karang Banyu, Kec Widodaren, Kab Ngawi, ini selesai dibangun pada akhir bulan ramadhan 1423H.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR PUTRI IV

Memperhatikan animo yang tinggi dari Masyarakat Sulawewi Tenggara untuk memasukkan anaknya di PMDG VII serta harapan dibukanya Pondok Putri di darah tersebut, disamping untuk melanjutkan misi Gontor Putri, Pimpinan PMDG membuka Gontor Putri IV di desa Lamomea, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

PONDOK MODERN GONTOR PUTRI V

Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 5 (Gontor Putri 5), yang terletak di Bobosan, Kemiri, Kandangan, Kediri, Jawa Timur, merupakan cabang yang secara resmi diresmikan oleh Ketua MPR RI. DR. KH. Hidayat Nur Wahid, M.A. Turut hadir dalam acara itu, anggota badan wakaf, instansi pemerintahan kab Kediri beserta undangan dari masyarakat sekitar. Pondok ini berdiri diatas lahan 5,5 hektar dan tanah ini merupakan wakaf dari Ibu Hj. Halimah pada 5 September 2006, beserta 3 unit rumah. Fasilitas bangunan terdiri dari 10 lokal, ruang penerimaan tamu, Depot Latansa, kopel dan kafe serta dapur umum.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR II
MADUSARI, SIMAN, PONOROGO

Pondok Modern Darussalam Gontor II terletak di desa Madusari, kecamatan Siman, kabupaten Ponorogo. Kampus Pondok yang menempati areal tanah seluas ± 10 ha ini dimulai pembangunannya 15 November 1995. Pada bulan Mei 1996 sebagian sarana dan prasarana telah selesai dibangun dan siap digunakan, maka pada bulan ini juga (23 Mei) dibuka pendaftaran murid baru generasi pertama. Pada tanggal 10 Oktober 1996, Pondok Modern Darussalam Gontor II telah dibuka secara resmi oleh Wakil Presiden R.I. Try Sutrisno. Dinamika kehidupan pondok dan kualitas pelajar terus dipacu. Sebagai pengasuhnya adalah Ustadz Saeful Anwar, S.Ag. dibantu oleh beberapa guru.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR III "DARUL MA’RIFAT" SUMBERCANGKRING, GURAH, KEDIRI

Pondok Modern Darul Ma'rifat adalah salah satu cabang PMDG yang berlokasi di Sumbercangkring, Gurah, Kediri. Pondok yang dibangun diatas areal seluas 6.5 ha ini mulanya adalah wakaf dari keluarga Bapak H. Ridwan (alm) atas prakarsa Bapak Drs. KH. Kafrawi Ridwan, M.A. salah satu putra beliau.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR V "DARUL MUTTAQIEN" KALIGUNG ROGOJAMPI BANYUWANGI

Pondok Modern Darul Muttaqien adalah lembaga pendidikan Islam yang telah diwakafkan, tepatnya pada tanggal 17 Juni 1990, dengan menunjuk Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo sebagai nadzir yang bertanggung jawab atas kelangsungan dan perkembangannya sesuai dengan cita-cita dan wasiat keluarga waqif. Cita-cita mereka adalah agar Darul Muttaqien menjadi lembaga pendidikan Islam yang bermutu, pusat pengembangan ilmu pengetahuan, dan tempat berkhidmat dan berjuang untuk menegakkan kalimat Allah.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR VI
"DARUL QIYAM" MANGUNSARI, SAWANGAN, MAGELANG

Darul Qiyam adalah cabang Pondok Modern Darussalam Gontor termuda terletak di dusun Gadingsari, desa Mangunsari, kecamatan Sawangan, kabupaten Magelang. Lembaga ini bermula dari tawaran kepada Pondok Modern Darussalam Gontor untuk mengelola tanah wakaf dan beberapa bangunan dari ibu Qoyumi Kafrawi, pada bulan Pebruari 1999. Wakaf tersebut berupa tanah 2,3 ha. beserta 1 masjid dan 1 unit rumah.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR VII
"RIYADATUL MUJAHIDIN" KENDARI, SULTENG

Pondok Modern "Riyadatul Mujahidin" adalah Pondok Cabang Pondok Modern Darussalam Gontor yang ke-7, terletak di Indonesia Timur, tepatnya di Desa Pudahoa, Kecamatan Landono, Kabupaten Kendari, Propinsi Sulawesi Tenggara. Di atas tanah yang disediakan oleh Pemerintah Tingkat II Kendari seluas + 1000 hektar; dalam bentuk kerjasama Gontor dengan Pemerintah Tingkat I Sulawesi Tengara. Kehadiran Pondok Modern Darussalam Gontor VII di Kendari ini diharapkan dapat berperan dalam mewujudkan Lembaga Pendidikan Islam yang berkualitas dan benteng pertahanan Islam di Wilayah Indonesia Bagian Timur, yang mampu mencetak sumber daya manusia Muslim-Mukmin yang berbudi tinggi, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada ummat, bangsa dan negara untuk menuju kesejahteraan lahir batin dunia-akhirat.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR VIII
"LABUHAN RATU" LAMPUNG TIMUR

Pondok Modren Darussalam Gontor 8 yang diasuh oleh H. Suwito Jemari adalah merupakan cabang Gontor yang berada di Desa Labuhan Ratu VI kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur. Pondok ini secara langsung di resmikan oleh Pimpinan PMDG dan Kapolda Metro Jaya Irjen Firman Gani pada tanggal 12 Februari 2005,

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR IX
"KALIANDA" LAMPUNG SELATAN

Pondok Modern Darussalam Gotor 9 adalah merupakan cabang Pondok Modern Darussalam Gontor yang berlokasi di Dusun Kubupanglima Desa Tajimalela Kecamatan Kalianda Lampung Selatan. Luas area 11.5 ha yang dipergunakan merupakan wakaf dari Bapak Daud Yusuf dan Bapak Ibrahim Sulaiman.

PONDOK MODERN DARUSSALAM GONTOR X ACEH

Sebagai wujud dari partisi aktif Pondok Modern Darussalam Gontor pasca musibah gempa dan gelombang tsunami yang menimpa Nangro Aaceh Darusslam, Gontor mendirikan cabangnya yang ke 10 di Serambi Makkah Aceh. Diatas luas tanah 10.1 ha yang merupakan wakaf (H Muhammad Amis Usman seluas 3 ha) dan Pembelian Pondok sendiri.